A.
PENDAHULUAN
Pada era sekarang ini, ada suatu tren yang sedang
berkembang, dimana dalam proses pembuatan komposit dari bahan plastik, banyak
digunakan biofibers sebagai bahan pengisi dan atau bahan penguat (reinforcers). Sifat fleksibilitas biofibers
selama proses pengolahan, kekuatan yang sangat spesifik, dan biaya yang rendah
(per satuan volume) membuat mereka menarik bagi produsen komposit plastik. Permintaan
komposit plastik yang tinggi dan berubahnya tren di masyarakat dunia dalam
memenuhi kebutuhan panel, menyebabkan plastik berubah menjadi bahan baku yang penting,
dan lebih dari 80% di antaranya adalah berasal dari bahan plastik yang bersifat
termoplastik. Krisis minyak bumi (yang merupakan bahan baku utama pembuatan
komposit plastik) membuat biokomposit menjadi alternatif pertama sebagai bahan
penggantinya. Selama beberapa dekade belakangan ini, komposit yang diperkuat
biofiber (biokomposit) telah menjalani transformasi yang luar biasa.
Bahan-bahan ini telah menjadi lebih memadai sebagai bahan komposit baru dan
proses pembuatan yang baru yang lebih efisien terus diteliti dam dikembang secara
intensif. Perkembangan biobased
komposit tingkat global rata-rata adalah 38% dari tahun 2003 sampai 2007. Pada
periode yang sama, tingkat pertumbuhan tahunan di Eropa mencapai 48%. Kapasitas
produksi biobased komposit diseluruh
dunia diperkirakan akan meningkat dari 0,360 juta metrik ton tahun 2007 menjadi
2,33 juta metrik ton pada tahun 2013 dan 3,45 juta metrik ton pada tahun 2020.
Komposit plastik yang diperkuat dengan serat alami (Natural Fiber reinforced Polymer Composite/ NFPC)
adalah komposit yang dibuat dari kombinasi antara serat alam sebagai reinforced
material dan plastik sebagai matriks. Dibandingkan dengan penggunaan material
penguat inorganic, seperti glass fiber
dan carbon fiber, penggunaan natural fiber mempunyai beberapa
keuntungan antara lain (1) tersedia dalam jumlah banyak dan biayanya rendah;
(2) bisa didegradasi secara alami/ biodegradable; (3) fleksibilitasnya tinggi
dalam proses pengolahannya dan tidak terlalu bergantung pada mesin;(4) bahaya
terhadap kesehatan sangat minimal; (5) kerapatannya rendah; (6) aspek rasio
yang diinginkan sangat mudah ditentukan; (7) kekuatan tarik dan modulus
elastisitasnya tinggi. Biokomposit
plastik yang dikenal juga dengan nama bio based polymer dipercaya tidak hanya
menggantikan polimer yang berasal dari bahan non-renewable akan tetapi juga
dapat membuat suatu kombinasi bahan baru dan untuk penggunaan yang lebih
variatif.
Tantangan terbesar dalam memproduksi biokomposit
(komposit plastik yang diperkuat oleh serat alam) adalah variasi yang besar
dalam sifat dan karakteristik dari serat alam itu sendiri yang disebabkan oleh
pengaruh alam yang sangat besar terhadap serat yang diproduksi oleh tanaman/
tumbuhan alami. Variasi karakteristik dari serat alami ini secara langsung
mempengaruhi sifat biokomposit yang dihasilkan. Pengaruhi ini disebabkan oleh sejumlah
variabel, termasuk jenis serat, kondisi lingkungan (di mana serat-serat tanaman
bersumber), metode pengolahan dan modifikasi serat.
Salah satu kelemahan utama dan yang paling mengganggu dari
serat alami sebagai bahan penguat komposit plastik adalah rendahnya kompatibilitas
antara serat (reinforce material) dan
plastik (matrix) serta tingginya
tingkat penyerapan kelembaban. Metode yang dikembangkan dalam usaha untuk
meningkatkan kompatibiltas tersebut antara lain adalah dengan melakukan perlakuan-perlakuan
pendahuluan (pre-treatment) terhadap
serat yang akan dijadikan sebagai reinforce
material. Dikenal ada dua metode pre-treatment
untuk meningkatkan kompatibilitas antara matrix
dan reinforce material yaitu metode fisika
(corona treatment dan plasma treatment) dan metode kimia (silane treatment, alkaline treatment,
acetylation, maleated coupling dan enzyme
treatment). Modifikasi permukaan serat dilakukan untuk meningkatkan sifat
adhesi antara serat alami dan matriks untuk mendapatkan panel biokomposit yang
dapat memenuhi standar kelayakan pakai suatu metarial.
B. CHEMICAL PRE-TREATMENT TERHADAP SERAT ALAMI
Sifat hidrofilisitas yang
tinggi pada serat alami disebabkan oleh adanya interaksi antara gugus hidroksil
dari komponen serat dan molekul air yang berada di lingkungan. Interaksi antara
serat dan kelembaban terutama berasal dari hemiselulosa, non-kristalin selulosa
dan daerah kristalin selulosa (urutan afinitasnya berturut-turut dari besar ke
kecil). Sifat permukaan yang sangat berbeda antara serat alami dan plastik (dimana serat alami bersifat sangat polar dan
hidrofilik sedangkan plastik bersifat non-polar dan relatif hidrofobik), mengharuskan
modifikasi permukaan serat sebagai treatment
yang mutlak harus dilakukan dalam rangka meningkatkan kompatibilitas antara serat
dan matrix. Tanpa adanya pre-tretment,
serat alami yang dipakai sebagai reinforce
material hanya dibungkus saja oleh
matriks (tanpa ada ikatan kimia) sehingga menghasilkan ikatan antarmuka yang tidak
stabil dan gaya yang diterima oleh komposit serat tersebut tidak dapat
ditransfer oleh matriks ke serat (yang berperan sebagai penguat) sehingga efek
penguatan yang semestinya diberikan oleh
serat tidak dapat dimanfaatkan.
Modifikasi serat (melalui pre-treatment) dapat dipertimbangkan untuk optimalisasi antarmuka
dari serat alami agar meningkatkan sifat “saling suka” dengan matriksnya.
Modifikasi serat umumnya melibatkan proses kimia pada permukaan serat sehingga
bisa membentuk ikatan kimia dengan matriks, mengubah sifat termodinamika serat dan
menciptakan fitur mikro-topografi pada permukaan serat. Proses kimia yang
terjadi pada permukaan serat melalui modifikasi permukaan serat berjalan dengan
mekanisme: pada satu sisi bahan kimia tersebut akan berikatan dengan serat
alami dan pada sisi yang lain akan membentuk ikatan dengan matriks. Efektivitas
perlakuan pada permukaan serat tidak hanya menghilangkan bahan-bahan yang
bersifat “menghambat pembentukan ikatan dengan matriks” pada permukaan serat dan
membentuk serat yang mempunyai gugus fungsional lebih aktif, akan tetapi juga akan
menghaluskan permukaan serat beberapa derajat, sehingga meningkatkan luasan
area permukaan, dan berpotensi meningkatkan ikatan mekanik (mechanical
interlocking) antara serat dan matriks.
Beberapa bahan kimia yang paling utama yang sering
dipakai sebagai bahan untuk meningkatkan sifat permukaan serat alami
(kadang-kadang dinamakan juga sebagai compatibilizer dan atau coupling agent)
adalah Silane, Maleic Anhydride dan Enzyme.
1. Silane
Silane banyak dipakai bahan perekat dalam industri
komposit dan sebagai bahan pengisi pada komposit-komposit plastik non serat
alami seperti glass fiber reinforced
polymer composites dan mineral filled
polymer composites. Dua sifat silane diatas kemudian dimanfaatkan sebagai
coupling agent pada komposit serat alam.
Pemanfaatan silane sebagai coupling
agent pada komposit anorganik seperti serat kaca dan organic polymer matrics, sedangkan pemanfaatannya sebagai coupling agent pada biokomposit masih relatif
terbatas.
Silane mempunyai rumus kimia umum R(4-n)
– Si – (R’X)n; dimana R adalah alkoxy
dan X adalah organofunctionality dan
R’ adalah jembatan alkil yang menghubungkan antara silikon (Si) dengan organofunctionality. Sisi organofunctionality pada silane akan
berinteraksi dengan matriks (bagian non polar/ bagian hidrophobik) dengan tingkat
interaksi tergantung pada tingkat reaktivitas dan kompatibilitas matriks. Grup
alkil yang ada pada silane juga akan meningkatkan kompatibiltas dengan bahan
non-polar. Organofunctionality pada
silane diantaranya adalah amino,
mercapto, glycidoxy, vinyl, dan methacryloxy. Sedangkan sisi alkoxysilane
berperan dalam berikatan dengan serat alami (serat berlignoselulosa) yang
dipakai sebagai bahan penguat. Gambar skematik proses pembentukan
kompatibilitas antara serat alam berlignoselulosa dengan polimer inorganic
dengan perantara silane adalah sebagai berikut:
Tiga keuntungan utama penggunakan silane sebagai coupling agent ialah (1) tersedia secara
komersial dan tersedia dalam jumlah banyak; (2) sisi alkoxysilane pada silane
mampu berekasi dengan permukaan yang banyak mengandung gugus hidroksil; dan (3)
sisi organofunctionality sangat baik
dalam membentuk ikatan dengan berbagai jenis polimer non polar dan bahkan pada
kondisi tertentu dapat membentuk ikatan kovalen.
2. Maleic Anhydride
Maleic Anhydride sebagai
bahan kimia yang dipergunakan dalam pre-treatment serat alami memberikan sifat interaksi
yang baik pada permukaan serat dan matriks. Selama proses pre-treatment dengan maleic
anhydride , maleat anhidrida bereaksi dengan gugus hidroksil (OH) pada bagian
amorf seulosa dan membentuk ikatan dengan kelompok gugus OH dari serat
lignoselulosa. Ikatan kovalen yang terjadi dengan gugus hidroksil pada serat
dan kelompok anhidrida dari maleic anhydride bersifat seimbang sehingga ikatan yang terjadi bersifat efisien. Pada sisi yang
lainnya, maleic anhydride akan membentuk
ikatan kovalen C-C dengan rantai polimer matriks. Gambar skematik proses
pembentukan kompatibilitas antara serat alam berlignoselulosa dengan polimer
inorganic dengan perantara maleic anhydride adalah sebagai berikut:
Saat ini, coupling agent maleic anhydride sudah dipergunakan secara luas untuk
memperkuat sifat-sifat dari Natural Fiber
reinforced Polymer Composite. Perbedaan mendasarkan perlakuan pre-treatment dengan maleic
anhydride dibanding dengan perlakuan
kimia lainnya adalah bahwa maleic anhydride
tidak hanya digunakan untuk memodifikasi permukaan serat alami tetapi juga polimer
matriks untuk membentuk ikatan antarmuka yang lebih baik di antara serat dan
matriks.
3. Enzim
Penggunaan
teknologi enzim dalam pengolahan serat alami dan di bidang modifikasi serat
(terutama untuk tekstil) meningkat secara substansial pada beberapa dekade
belakangan ini. Alasan utama untuk memanfaatkan teknologi ini adalah adanya kenyataan bahwa
penerapan enzim bersifat ramah lingkungan dan reaksi katalisnya yang sangat
spesifik, sehingga kinerja terfokus pada peningkatan kualitas permukaan serat
dan sangat berpengaruh terhadap yang sifat lain. Manfaat lain dari teknologi
enzim adalah penggunaan biaya yang
relatif rendah, penghematan energi dan air, meningkatkan kualitas produk dan
integrasi proses sangat potensial dikembangkan.
Pada teknologi pre-treatment
dengan menggunakan enzim, enzim yang dipergunakan akan
melarutkan zat-zat yang ada pada permukaan serat (lemak, lilin, protein dan
ekstraktif), melarutkan lignin serta komponen-komponen non kristalin. Dengan
dihilangkannya zat-zat seperti lemak, lilin, protein dan ekstraktif dari
permukaan serat, maka serat akan menjadi lebih halus permukaannya. Disamping
memperhalus permukaan, perlakuan dengan enzim juga akan mengurai bundel serat
(makrofibril/ mikrofibril yang direkat menjadi satu oleh lignin dengan
perantara hemiselulosa) menjadi lebih halus lagi (mikrofibril/ serat halus yang
tersusun dari gabungan beberapa selulosa), karena lignin yang menjadi perekat
antar mikrofibril tersebut telah dihilangkan dari serat tersebut. Gambar
skematik proses pembentukan kompatibilitas antara serat alam berlignoselulosa
dengan polimer inorganic dengan perantara enzim adalah sebagai berikut:
Penggunaan enzim (misalnya protease, lipase
and laccase) akan meningkatkan sifat permukaan serat dengan cara menghilangkan
lignin, lemak, lilin, protein dan bagian yang non kristalin dari permukaan
serat, dan dengan perlakuan enzim tertentu (misalnya laccase) akan membantu
memecah/ menguraikan rantai alipatik dan cincin aromatik. Modifikasi permukaan serat dengan
enzim termasuk kategori pre-treatment, artinya dilakukan sebelum proses
pembentukan/ pembuatan komposit dilakukan. Serat yang akan digunakan sebagai
bahan reinforce/ penguat komposit plastik (plastik berperan sebagai matriks),
ataupun sebagai bahan utama pembuatan komposit (dimana serat berfungsi sebagai
matriks), diperlakukan terlebih dahulu dengan enzim tertentu, misalnya enzim
Novamik (campuran lipase dan protease), Novozyme (campuran xilanase, lakase dan
lipase) dan enzim amilase-xilanase. Proses dilakukan dengan waktu tertentu
yaitu dengan cara serat yang akan di treatment
dicampurkan dengan enzim dengan perbandingan antara enzim dan serat
mengikuti rasio tertentu yang ditentukan berdasarkan berat serat.
C. KOMPARASI SILANE, MALEIC ANHYDRIDE DAN ENZIM SEBAGAI PRE-TREATMENT PADA SERAT
Struktur selulosa yang merupakan polimer terbesar
penyusun serat alami terdapat pada daerah yaitu pada bagian serat yang bersifat
amorf dan bagian serat yang bersifat kristalin. Sebagian besar ikatan
“intra-molekuler” selulosa yang kuat terdapat pada bagian serat yang bersifat
kristalin, sedangkan pada bagian amorf, ikatan antar molekul selulosa relatif
lebih lemah. Ikatan yang intra molekuler yang kuat pada daerah kristalin ini
akan membentuk “blocking” yang akan
menghambat penetrasi bahan kimia. Akan tetapi pada bagian yang amorf, penetrasi
bahan kimia ini dapat dilakukan dengan mudah. Gugus hidroksil hidrophilik yang
terdapat pada bagian amorf ini akan berinteraksi dan menarik molekul air yang
berda diatmosfir. Komponen kimia serat yang lain seperti hemiselulosa, lignin,
pektin dn lilin juga mempunyai peranan dalam “menangkap” molekul air ini.
Kondisi tersebut menyebabkan serat menjadi tidak kompatibel dengan bahan/
matriks inorganic yang sebagian besar bersifat non-polar/ hidrophobik. Dalam
komdisi seperti inilah maka pre-treatment terhadap serat alami sangat perlu
dilakukan untuk meningkat kualitas panel biokomposit yang dihasilkan.
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk
menyelidiki efektivitas dari perlakukan pre-treatment
terhadap serat alami. Dari penelitian-penelitan tersebut berhasil dibuktikan
bahwa perlakukan pre-treatment
mempunyai pengaruh besar terhadap kualitas panel biokomposit yang dihasil. Komparasi
kemampuan ketiga jenis metode pre-treatment
yang banyak dipraktekkan dalam industri biokomposit akan diulas pada bagian
berikut ini.
1. Sifat Morfologi Biokomposit
Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa ketiga
metode yang dikomparasikan pada makalah ini secara umum mampu memperbaiki sifat
permukaan serat dan membuat serat menjadi lebih kompatibel dengan matriks
hidrophobik. Berikut adalah perbandingan efektivitas ketiga metode tersebut
dalam meningkatkan kualitas serat alami.
Perlakuan pre-treatment dengan menggunakan silane (γ-Methacryloxypropyltrimethoxysilane/ MPS) menghasilkan peningkatan sifat biokomposit jka dibandingkan dengan yang tidak diperlakukan dengan pre-treatment. Pada biokomposit yang tidak mengalami pre-treatment, hasil analisis SEM memperlihatkan adanya lubang-lubang pada permukaan matriks yang disebabkan oleh hilangnya serat yang semestinya berada disitu, hal ini terjadi karena interfacial adhesion antara serat dan matriks sangat buruk. Terjadi kondisi dimana matriks hanya bersifat “membungkus” serat tanpa ada ikatan yang kuat. Kondisi yang kurang lebih serupa juga terjadi pada serat untreated pada penelitian tentang maleic anhydrid dan enzyme. Sifat incompatibel antara serat dan matriks plastik yang dipergunakan menjadi isu utama yang terjadi pada kasus ini.
Perbaikan sifat permukaan serat yang terjadi dengan melakukan pre-treatment menggunakan silane antara lain ketika komposit yang telah mengalami perlakuan dengan silane diamati dengan SEM pada bagian permukaan komposit terlihat bahwa serat-serat alami berikatan dengan baik dan tidak meninggalkan lubang-lubang pada permukaan komposit. Hal ini menjadi bukti bahwa telah terjadi ikatan yang baik antara serat dan matriks dengan perantara silane.
Penggunaan MAPP sebagai coupling agent pada serat alami juga memberikan dampak yang sangat nyata dalam meningkatkan sifat biokomposit yang dihasilkan. Penambahan persentase MAPP memberikan hasil yang signifikan terhadp sifat morfologi komposit yang dihasilkan. Pada persentase MAPP 3%, terlihat masih banyak “lubang” yang terbentuk, yang menandakan komposit yang dibentuk bersifat rapuh. Dengan penambahan persentase menjadi 6% dan 9% terlihat bahwa “lubang” yang terbentuk tersebut sudah jarang ditemukan, yang berarti komposit yang dibentuk lebih kokoh dan homogen. Seperti terlihat pada tabel 1, setelah modifikasi dengan penambahan MAPP sebesar 9%, kompatibilitas antara serat dan matriks dapat ditingkatkan dengan drastis, batas antara serat dan matriks menjadi tidak jelas lagi (dengan kata lain telah menyatu secara lebih baik), dan distribusi serat meningkat. Hasil ini menegaskan bahwa MAPP dapat meningkatkan kompatibilitas antarmuka dari matriks dan serat.
Pada perlakuan pre-treatment dengan enzymatik, morfologi serat mengalami perbaikan sifat, dimana serat yang tidak mengalami perlakuan (untreated), permukaan serat kasar penuh dengan bangian-bagian yang menonjol yang disebabkan oleh timbunan wax, pada serat yang telah mengalami perlakuan enzimatik (tretaed) permukaannya menjadi lebih halus dan tidak tertutupi oleh lapisan wax dan setiap berkas mikrofibril telah saling memisahkan diri yang terjadi karena zat pengikat antaranya (lignin) telah berhasil diluluhkan oleh kegiatan enzimatik. Sifat biokomposit yang dihasilkan juga meningkatkan dengan terjadinya interfacial adhesion antara serat dan matriks.
2. Sifat Fisikomekanik Biokomposit
Perlakuan-perlakuan yang diberikan terhadap serat alami dalam produksi biokomposit bertujuan untuk membuat sifat inkompatibel antara serat dan matriks menjadi berkurang sekecil-kecilnya. Panel komposit yang dihasilkan dari kombinasi serat dan matriks plastik yang telah diperlakukan dengan compatibilizer agent akan menghasilkan sifat fisikomekanik yang lebih baik dibanding dengan panel komposit yang tidak mengalami perlakuan. Perbaikan sifat fisikomekanik ini terjadi karena adanya “penyatuan yang lebih sempurna” antara serat dan matriks selama proses pembentukan matriks. Peningkatan sifat fisikomekanik yang terjadi pada panel komposit yang mengalami perlakuan tidak hanya terjadi karena adanya efek penyatuan yang lebih baik antara serat dan matriks, tetapi juga terjadi karena serat telah mengalami penguraian “bundle” menjadi lebih halus dan bersifat lebih murni (hanya tersusun atas polimer selulosa saja). Penguraian ini secara langsung meningkatkan sifat mekanik dari serat tersebut, terutama sifat elastisitas serat tersebut.
Pada pengunaan silane (MPS) sebagai coupling agent, disimpulkan bahwa terjadi peningkatan sifat mekanik komposit yang disebabkan secara langsung oleh peningkatan jumlah rata-rata panjang serat. Adanya peningkatan sifat mekanik ini kemungkinan besar disebabkan oleh adanya peningkatan pada ikatan permukaan (interfacial interlock) antara serat dan matriks.
Pada penggunaan MAPP sebagai bahan coupling agent juga mampu meningkatkan sifat fisikomekanik komposit yang diperlakukan dengan bahan tersebut. Adanya peningkatan sifat mekanik ini kemungkinan besar disebabkan oleh adanya kelompok anhidrid pada MAPP yang bersifat hidrophilik yang mampu meningkatkan sifat saling kompatibel antara serat dan matriks Disamping itu, kelompok anhidrid pada MAPP juga bereaksi dengan gugus hidroksil pada polimer selulosa yang terdapat pada serat dan membentuk ikatan ester. Dengan adanya peningkatan sifat “saling kompatibel” antara serat dan matriks, maka terjadi ikatan yang kuat diantara keduanya yang kemudian akan mendorong peningkatan efisiensi “transfer of stress” dari matriks ke serat selama periode beban mengenai komposit tersebut, hal inilsecara langsung meningkatkan sifat mekaniknya.
Pada penggunaan enzim sebagai bahan pre-treatment, juga terjadi peningkatan sifat mekanik komposit (sekitar 6% - 7%). Keteguhan lengkung komposit meningkat sekitar 15% dengan perlakuan menguunkan enzim. Faktor yang menyebabkan kondisi ini terjadi adalah berhasil dihilangkannya zat-zat yang bersifat kaku (misalnya lignin dan hemiselulosa) selama proses perlakuan dengan enzim. Kemungkinan lain yang terjadi adalah adanya peningkatan ikatan yang terjadi antara serat dan matriks (dapat dilihat dari hasil SEM) pada serat yang mengalami modifikasi dengan menggunakan pre-treatment dengan enzim.
D. KESIMPULAN
Dari hasil review ini, dapat dilihat pengaruh dari perlakuan pre-treatment terhadap peningkatan kualitas komposit yang dihasilkan. Ketiga metode yang dipergunakan terbukti mampu meningkatkan sifat permukaan serat yang di treatment. Peningkatan pada komposit yang mengalami perlakuan pre-treatment terjadi setidaknya disebabkan oleh salah satu/ atau secara bersama-sama dari tiga hal berikut ini: (1). Terjadi penguraian untaian-untaian serat menjadi lebih kecil dan lebih murni, sehingga mempunyai sifat elastisitas yang lebih baik; (2) terjadi pembersihan pada permukaan serat dari zat-zat yang bersifat kaku dan hidrophobik, sehingga sifat kaku pada serat menjadi berkurang; (3) Terjadi peningkatan sifat saling kompatibel antara serat dan matriks sehingga terjadi ikatan kimia yang kuat pada komposit yang dibentuk dengan skema ikatan SERAT – COUPLING AGENT – MATRIKS.
Faktor lain yang sangat positif dari penggunaan ketiga coupling agent tersebut diatas adalah bahwa tidak ada kerusakan yang terjadi pada serat yang diperlakukan dengan treatment tersebut, serta sifatnya yang dapat didegradasi oleh alam sehingga dapat dipakai secara aman, baik bagi pengguna maupun bagi lingkungan.
E. DAFTAR PUSTAKA
Abdullah A. Mamuna, Andrzej K. Bledzki. 2013. Microfibre Reinforced PLA and PP Composites: Enzyme Modification, Mechanical and Thermal Properties, Composites Science and Technology 78 (2013) 10–17.
Abdullah A. Mamuna, Hans-Peter Heim, Dalour Hossen Beg, Tan S. Kim, Sahrim H. Ahmad, 2013, PLA and PP Composites With Enzyme Modified Oil Palm Fibre: A Comparative Study, Composites: Part A 53 (2013) 160–167.
M.M. Kabir, H. Wang, K.T. Lau, F. Cardona. 2012. Chemical Treatments on Plant-Based Natural Fibre Reinforced Polymer Composites: An Overview. Composites: Part B 43 (2012) 2883–2892
M. Abdelmouleh, S. Boufi, M.N. Belgacem, A. Dufresne. 2007. Short Natural-Fibre Reinforced Polyethylene and Natural Rubber Composites: Effect of Silane Coupling Agents and Fibres Loading. Composites Science and Technology 67 (2007) 1627–1639
Xiaxing Zhou, Yan Yu, Qiaojia Lin, and Lihui Chen. 2013. Effects of Maleic Anhydride-Grafted Polypropylene (MAPP) on the Physico-Mechanical Properties and Rheological Behavior of Bamboo Powder-Polypropylene Foamed Composites. BioResources 8(4), 6263-6279.
Hee-Soo Kim, Byoung-Ho Lee, Seung-Woo Choi, Sumin Kim, Hyun-Joong Kim. 2007. The Effect of Types ff Maleic Anhydride-Grafted Polypropylene (MAPP) On The Interfacial Adhesion Properties Of Bio-Flour-Filled Polypropylene Composites. Composites: Part A 38 (2007) 1473–1482.