Teknologi pembuatan binderless composite
merupakan suatu inovasi dalam teknologi perekatan dan berpotensi besar untuk berkembang
terutama pada negara-negara yang mempunyai industri kimia (penghasil bahan
perekat sintetis) kecil. Binderless composite
merupakan salah satu produk komposit dengan penggunaan perekat
yang sangat rendah (kurang dari 10%) dan
bahkan
tidak menggunakan perekat sama sekali. Teknologi pembuatan papan tiruan tanpa
perekat sebenarnya sudah dieksplorasi sejak pertengahan tahun 1980-an, dimana
shen telah mengembangkan proses steam
exploison dari bahan lignoselulosa menjadi papan partikel tanpa menggunakan
bahan perekat sintetis dan karyanya telah dipatenkan dengan nomor paten U.S
Patent 4627951. Menurut Shen (1986),
proses self
bonding ini dapat terjadi karena aktivasi dari komponen kimia penyusun
produk komposit tersebut selama proses pengempaan panas dan atau injeksi uap
panas. Ikatan kimia (crosslinked)
yang terbentuk selama proses pengempaan berlangsung adalah ikatan yang dibentuk
dari proses degradasi hemiselulosa dan selulosa yang membentuk gula sederhana
dan dekomposisi senyawa penyusun lainnya. Gula, karbohidrat dan sakarida tidak
hanya berfungsi sebagai agen pengikat saja, tetapi juga sangat berperan
terhadap kekuatan dan stabilitas papan yang dihasilkan.
Peristiwa self
bonding juga disebabkan oleh adanya ikatan antara polimer karbohidrat dan
lignin, serta peningkatan kristalinitas dalam selulosa (Suzuki et al, 1986
dalam Widyorini, 2005). Proses pembentukan ikatan selama proses pengempaan
ini sampai sejauh ini masih belum jelas, apakah ikatan hidrogen atau ikatan
kovalen yng berperan besar dalam pembentukan self bonding. Self bonding
itu sendiri merupakan
ikatan yang dihasilkan dari pengaktifan kembali komponen kimia dengan melibatkan energi panas selama proses berlangsung, bisa berupa kempa panas (hot press) dan bisa juga berupa uap panas (steam exploison). Sumber
keberhasilan di dalam perekatan binderless
adalah kemampuan kembali dari bahan yang dibentuk untuk membentuk kembali
polimerisasi dari komponen-komponen yang terdegradasi selama proses pengempaan
panas (Widyorini, 2005). Oleh
karena itu maka sifat fisik dan mekanik
binderless composite
yang dibentuk sangat dipengaruhi oleh kemampuan repolimerisasi
kembali komponen penyusun bahan. Kemampuan
dari repolimerisasi komponen lignoselulosa dipengaruhi oleh banyak hal yang
secara umum dapat diringkas menjadi dua faktor yaitu faktor yang berasal dari
bahan itu sendiri menyangkut komposisi kimia bahan, sifat fisik bahan dan proses
penyiapan bahan serta faktor yang berasal dari proses pembentukan komposit yang
menyangkut sistem/ metode yang dipergunakan dan variasi tekanan, suhu dan waktu
selama proses pembentukan berlangsung.
Rowell et al. (2002) cit. Widyorini
(2005) menyebutkan bahwa mekanisme proses repolimerisasi
selama proses pembentukan binderless composite dapat diringkas sebagai berikut: (1) degradasi dari sebagian selulosa dan
hemiselulosa yang
menghasilkan gula sederhana dan dekomposisi lainnya (Shen 1991; Rowell et al. 2002; Widyorini et al.2005); (2) degradasi thermal matriks dinding sel (lignin) yang bersifat thermoplastis (Inoue et al. 1993); (3) ikatan silang antara polimer karbohidrat
dan lignin (Suzuki et al. 1998); dan (4) peningkatan struktur kristalisasi selulosa (Tanahashi et al. 1989, 2000). Pada
dasarnya degradasi dari hemiselulosa selama proses pengempaan berlangsung
merupakan agen yang berperan penting dalam proses pembentukan self bonding dari binderless board (Shen, 1996). Oleh karena itu pembuatan binderless composite menggunakan bahan dari non kayu yang mengandung hemiselilosa tinggi cenderung akan menghasilkan komposit dengan
sifat-sifat yang relatif baik. Akan
tetapi kandungan hemiselulosa yang tinggi (terutama xilans) berpengaruh
terhadap nilai stabilitas dimensi komposit yang dihasilkan, dimana telah
diketahui bahwa hemiselulosa mempunyai sifat hidrophylic yang menyebabkan Thickness
Sweeling (TS) komposit menjadi lebih tinggi (Quintana, 2009). Bahan lain yang
dihasilkan dari dekomposisi hemiselulosa pada suhu tinggi adalah furfural
(terdekomposisi dari pentosan) yang diketahui juga bersifat resin. Okuda (2002)
meneliti tentang pengaruh dari furfural ini dan menemukan bahwa penambahan
furfural sampai 5% akan meningkatkan internal
bonding (IB) dari 0,25 MPa menjadi 0,50 Mpa.
Pengaruh lignin terhadap repolimerisasi pada binderless composite juga diteliti oleh Velasquez et al. (2002) dan menyimpulkan bahwa penambahan kraft lignin harus memperhatikan
faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap proses repolimerisasi (yaitu
faktor suhu saat hotpress
dilaksanakan). Pada bahan yang telah mengalami pretreatment dengan steam
explosion, maka penambahan kraft
lignin tidak menghasilkan komposit yang lebih baik jika dibanding dengan yang
tanpa penambahan lignin. Sedangkan pada bahan yang tanpa mengalami pretreatment penambahan kraft lignin menghasilkan komposit yang
lebih baik dan dianjurkan untuk menggunakan bahan dengan berat molekul yang
rendah dan persentase lignin sekitar 20%. Okuda (2004) juga membuktikan bahwa
penambahan lignin membentuk binderless
composite dengan sifat IB, TS dan WA (Water Absorpsion) yang lebih baik (peningkatan sifat mencapai tiga
kalinya pada parameter IB)
Widyorini (2005) menunjukkan bahwa degradasi
selulosa dan perubahan struktur dalam lignin yang terjadi selama proses
pengempaan dengan injeksi uap lebih besar dibandingkan dengan metode kempa
panas. Rasio syringyl–guaiacyl (S/G) mengalami
penurunan dengan peningkatan besar tekanan dan memperlama proses ketika memakai
metode steam exploison, sedangkan
dengan menggunakan hot press relatif
tidak ada perubahan rasio S/G. Dapat disimpulkan bahwa perlakuan dengan panas
dan uap mempunyai pengaruh terhadap komposisi lignin sedangkan perlakuan dengan
panas saja tidak berpengaruh terhadap lignin. Shao et al. (2008) juga menemukan adanya perubahan susunan komponen
kimia dinding sel selama proses steam
exploison dimana ditemukan adanya penurunan kandungan xilans mencapai 30%
selama proses steam explosion dan kandungan
lignin dengan gugus hidroksil penolik meningkat mencapat 2,3 kalinya (gugus
reaksi yang aktif meningkat) yang sangat berguna untuk menghasilkan binderless composite dengan sifat yang baik.
Proses panas dan atau uap selama kegiatan
repolimerisasi binderless
composite juga berpengaruh terhadap rasio selulosa kristalin
yang ada didalam komposit yang dibentuk. Berbagai perlakuan pretreatment terhadap partikel/ serat
dan proses pembentukan komposit sebagian besar meningkatkan persentase selulosa
kristalin yang ditemui pada komposit. Jonoobi et al (2011) membuktikan hal tersebut dengan menemukan bahwa
perlakuan chemo-mechanical terhadap
serat kayu meningkatkan persentase selulosa kristalin yang ada didalam serat
tersebut. Yang harus dipahami adalah bahwa peningkatan tersebut bersifat
relatif, artinya peningkatan persentase tersebut lebih disebabkan oleh
berkurang secara drastisnya persentase selulosa amorf yang terurai/ terlarut
selama proses pretreatment dan atau
selama proses hot pressing dilakukan dilakukan.
Widyorini et al. (2003) menemukan
bahwa adanya peningkatan kandungan ekstraktif pada bahan yang diproses dengan
tekanan dan suhu yang lebih tinggi. Bahan tambahan ini diduga kemungkinan besar
berasal dari degradasi selulosa (terutama amorf selulosa) dan hemiselulosa yang
terdekomposisi selama proses panas dilakukan. Gula-gula sederhana yang terurai
dari bahan selama proses panas dikenakan pada komposit antara lain adalah
Xylose, Mannose, Galactose dan Glucose; dimana bahan-bahan tersebut merupakan
komponen utama penyusun selulosa dan hemiselulosa.